BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Adanya beberapa kasus
penindasan rakyat yang dilakukan oleh penguasa merupakan realitas yang sering
kita lihat dan dengar dalam pemberitaan pers, baik melalui media cetak maupun
elektronik yang menimbulkan dampak yang besar bagi masyarakat. Bagaimana
masyarakat dapat menanggapi masyarakat tersebut adalah hal yang perlu dikaji
bersama. Untuk meninjau hal tersebut Islam memiliki ajaran yang konkrit untuk
menciptakan kondisi masyarakat yang islami, karena islam bukan hanya sekedar
agama yang memiliki konsep ajaran spiritualitas atau ubudiyah semata.
Kemungkinan akan adanya kekuatan masyrakat
sebagai bagian dari komunitas sebuah negara akan mengantarkan pada sebuah
konsep masyarakat madani. Masyarakat madani merupakan konsep yang mengalami
proses yang sangat panjang. Masyarakat madani muncul bersamaan dengan adanya
proses modernisasi, terutama pada saat transformasi dari masyarakat feudal dan
menuju masyarakat modern. Dalam mendefinisikan masyarakat madani ini sangat
bergantung pada kondisi sosio-kultural suatu bangsa. Dalam islam masyarakat
yang ideal adalah masyarakat yang taat pada aturan Allah SWT, hidup dengan
damai dan tentram, dan yang tercukupi kebutuhan hidupnya.
1.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apakah pengertian konsep masyarakat madani?
2. Bagaimana sejarah dan
perkembangan masyarakat madani?
3. Bagaimana karakteristik
masyarakat madani?
4. Bagaimana peran umat
islam dalam mewujudkan masyarakat madani?
5. Bagaimana sistem ekonomi
islam dan kesejahteraan umat?
6. Bagaimana etos kerja
islam?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:
1.Untuk memahami pengertian konsep masyarakat
madani.
2.Untuk memahami sejarah dan
perkembangan masyarakat madani.
3.Untuk
memahami karakteristik masyarakat madani.
4. Untuk memahami peran umat
islam dalam mewujudkan masyarakat madani.
5. Untuk memahami sistem
ekonomi islam dan kesejahteraan umat.
6.Untuk memahami etos
kerja islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Masyarakat Madani
MADANI satu kata yang indah. Punya arti yang dalam.
Kadang kala banyak juga yang menyalah artikannya. Apa itu sebenarnya
madani. Bila diambil dari sisi pendekatan letterlijk maka madani
berasal dari kata m u d u n arti sederhananya
m a j u atau dipakai juga dengan kata m o d e r n. Tetapi
figurlijknya madani mengandung kata maddana al-madaina
(مَدَّنَ المَدَاِئنَ) artinya, banaa-ha ( بَنَاهَا ) yakni
membangun atau hadhdhara (حَضَّر )yaitu memperadabkan dan tamaddana ( تَمَدَّنَ ) maknanya menjadi beradab yang nampak dalam kehidupan masyarakatnya
berilmu (periksa, rasio), memiliki rasa (emosi) secara individu maupun secara
kelompok serta memiliki kemandirian (kedaulatan) dalam tata ruang dan
peraturan-peraturan yang saling berkaitan, kemudian taat asas pada kesepakatan
(hukum) yang telah ditetapkan dan diterima untuk kemashalahatan bersama.
Masyarakat madani ( الحَضْرِيُّ = al hadhariyyu) adalah masyarakat
berbudaya danal-madaniyyah (tamaddun) yang maju, modern, berakhlak
dan memiliki peradaban, melaksanakan nilai - nilai agama (etika religi)
atau mengamalkan ajaran Islam (syarak) dengan benar. Nilai - nilai agama Islam
boleh saja tampak pada umat yang tidak atau belum menyatakan dirinya Islam,
akan tetapi telah mengamalkan nilai Islam itu. Sesunguhnya Agama (Islam) tidak
dibatasi ruang-ruang masjid, langgar, pesantren, majlis ta’lim semata.
Pengamalan nilai - nilai agama
sebenarnya menata gerak kehidupan riil. Memberi acuan pelaksana tatanan politik
pemerintahan, sosial ekonomi, seni budaya, hak asasi manusia, ilmu pengetahuan
dan teknologi. Penerapan nilai etika religi mewujudkan masyarakat yang
hidup senang dan makmur (تَنَعَّمَ = tana’ama) dengan aturan (قَانُوْنٌ مَدَنِيٌّ = qanun madaniy) yang didalamnya
terlindungi hak-hak privacy, perdata, ulayat dan hak-hak masyarakat lainnya.
Masyarakat madani adalah
masyarakat kuat mengamalkan nilai agama (etika reliji). Seperti dalam tatanan
masyarakat Madinah al Munawwarah dimasa hayat Nabi Muhammad SAW. Sejahtera
dalam keberagaman pluralistis ditengah bermacam anutan paham kebiasaan. Tetapi
satu dalam pimpinan. Kekuatannya ada pada nilai dinul Islam. Mampu melahirkan
masyarakat proaktif menghadapi perubahan. Bersatu di dalam kesaudaraan karena
terdidik rohaninya. Pendidikan rohani merangkum aspek pembangunan sumber daya
manusia dengan pengukuhan nilai ibadah dan akhlak dalam diri umat melalui
solat, zikir. Pada akhirnya pendidikan watak atau domain ruhani ini mencakup
aspek treatment. Rawatan dan pengawalan melalui taubat, tazkirah,
tarbiyah, tau’iyah. Ditopang dua manazil atau sifat
penting, yaituRabbaniah dan Siddiqiah.
Sifat Rabbaniah ditegakkan dengan benar diatas landasan
pengenalan (makrifat) dan pengabdian (`ubudiah) kepada Allah melalui ilmu
pengetahuan, pengajaran, nasihat, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar. Siddiqiah mencakup enam jenis kejujuran (al-sidq):
1. kejujuran lidah,
2. kejujuran niat dan kemauan (sifat ikhlas),
3. kejujuran azam,
4. kejujuran al-wafa’ (jujur dengan apa yang
diucapkan dan dijanjikan),
5. kejujuran bekerja (prestasi karya), dan
6. kejujuran mengamalkan ajaran agama (maqamat
al-din).
Kehidupan Madani terlihat pada
kehidupan maju yang luas pemahaman (tashawwur) sehingga menjadi sumber
pendorong kegiatan di bidang ekonomi yang lebih banyak bertumpu kepada
keperluan jasmani (material needs). Spiritnya melahirkan pemikiran konstruktif
(amar makruf) dan meninggalkan pemikiran destruktif (nahyun ‘anil
munkar) melalui pembentukan tata cara hidup yang diajarkan agama Islam.
Mengembangkan masyarakat Madani dimulai dari membangun domain kemanusiaan
atau domain ruhiah melalui pendidikan rohani yang merangkum
aspek preventif. Menjaga umat dari ketersesatan aqidah. Memelihara rakyat dari
ketidakseimbangan emosional dan mental. Agar umat terhindar dari melakukan
perbuatan haram, durjana dan kezaliman. Peningkatan mutu masyarakat dengan
basis ilmu pengetahuan, basis budaya dan agama.
Moralitas
Masyarakat Madani, Sikap hati-hati sangat
dituntut untuk meraih keberhasilan. Action planning di setiap lini adalah
keterpaduan, kebersamaan, kesepakatan, dan keteguhan. Langkah awalnya
menghidupkan musyawarah. Allah menghendaki kelestarian Agama secara mudah,
luwes, elastis, tidak beku dan tidak bersitegang. Memupuk sikaptaawun saling
membantu dengan keyakinan bahwa Allah Yang Maha Rahman selalu membukakan pintu
berkah dari langit dan bumi.
Keterpaduan masyarakat dan
pemerintah menjadi kekuatan ampuh membangun kepercayaan rakyat banyak. Inilah
inti reformasi yang dituju di abad baru ini. Tingkat persaingan akan mampu
dimenangkan “kepercayaan” . Pengikat spiritnya adalah sikap Cinta
kepada Bangsa dan Negara yang direkat oleh pengalaman sejarah. Salah
menerjemahkan suatu informasi, berpengaruh bagi pengambilan keputusan. Sikap
tergesa-gesa akan berakibat jauh bagi keselamatan orang banyak. Masyarakat
majemuk dapat dibina dengan kekuatan etika reliji.
Peran serta masyarakat digerakkan
melalui musyawarah dan mufakat. Kekuatan moral yang dimiliki, ialah
menanamkan “nawaitu” dalam diri masing-masing mengamalkan ajaran agama
dengan benar. Sebab, manusia tanpa agama hakikinya bukan manusia sempurna.
Tuntunan agama tampak pada adanya akhlak dan ibadah. Akhlak melingkupi semua
perilaku pada seluruh tingkat kehidupan. Nyata dalam contoh yang ditinggalkan
Rasulullah.
Ketika kehidupan manusia kian
bertambah modern dan peralatan teknologi semakin canggih, makin bertambah
banyak masalah hati dan kejiwaan manusia yang tampil kepermukaan. Tidak segera
mudah dapat diselesaikan. Solsusinya hanya mendekatkan diri kepada Allah SWT
semata. Maka tuntutan kedepan harus diawasi agar umat lahir dengan iman dalam
ikatan budaya (tamaddun). Rahasia keberhasilan adalah “tidak terburu-buru”
dalam bertindak. Selalu ada husnu-dzan (sangka baik) antara rakyat dan
pemimpinnya. Kekuasaan akan berhasil jika menyentuh hati nurani rakyat banyak,
sebelum kekuasaan itu menjejak bumi. Ukurannya adalah adil dan takarannya
adalah kemashlahatan umat banyak. Kemasannya adalah jujur secara
transparan.
Umat perlu dihidupkan jiwanya.
Menjadi satu umat yang mempunyai falsafah dantujuan hidup (wijhah)
yang nyata. Memiliki identitas (shibgah) dengan corak
keperibadian terang (transparan). Rela berpartisipasi aktif dalam proses
pembangunan. Masyarakat Madani yang dituntut oleh “syari’at” Islam
menjadi satu aspek dari Sosial Reform yang memerlukan
pengorganisasian (nidzam). Masyarakat Madani mesti mampu menangkap tanda‑tanda
zaman perubahan sosial, politik dan ekonomi – pada setiap saat
dan tempat dengan optimisme besar. Sikap apatis adalah selemah‑lemah
iman (adh’aful iman). Sikap diam (apatis) dalam kehidupan hanya dapat
dihilangkan dengan bekerja sama melalui tiga cara hidup , yakni bantu dirimu
sendiri (self help), bantu orang lain (self less help), dan saling membantu
dalam kehidupan ini (mutual help).
Ketiga konsep hidup ini
mengajarkan untuk menjauhi ketergantungan kepada pihak lain, artinya mandiri.
Konsep madaniyah tampak utama didalam pembentukan watak (character
building) anak bangsa. Tentu saja melalui jalur pendidikan. Maka reformasi
terhadap pengelolaan keperluan masyarakat atau birokrasi mesti meniru kehidupan
lebah, yang kuat persaudaraannya, kokoh organisasinya, berinduk dengan baik,
terbang bersama membina sarang, dan baik hasil usahanya serta dapat dinikmati
oleh lingkungannya.
2.2. Sejarah dan Perkembangan Masyarakat Madani
Ada dua
masyarakat madani dalam sejarah Islam yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu:
- Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman. Keadaan masyarakat saba’ mendiami negri yang baik, subur, dan nyaman. Di tempat itu terdapat kebun dengan tanamannya yang subur, yang menyediakan rizki, memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Negeri yang indah itu merupakan wujud dai kasih sayang Allah yang disediakan bagi masyarakat tersebut. Allah juga maha pengampun apabila terjadi kealpaan pada masyarakat tersebut. Karena itu, Allah memerintahkan masyarakat Saba’ untuk bersyukur kepada Allah yang telah menyediakan kebutuhan hidup mereka. Kisah keadaan masyarakat Saba’ ini sangat populer dengan ungkapan Al-Qur’an Baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafuur
- Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya
Untuk lebih memahami pengertian
masyarakat madani kita akan membahas tentang sejarah dan perkembangan
masyarakat madani dalam sejarah masyarakat Eropa Barat, wacana masyarakat
madani merupakan konsep yang bersumber dari pergolakan politik dan sejarah
masyarakat Eropa Barat yang mengalami perubahan pola kehidupan Feodal menuju
kehidupan masyarakat industri kapitalis. Perkembangan wacana masyarakat madani
dapat diurutkan dari Cirero sampai pada Antonio Gramsci dan de’Tocquiville.
Bahkan menurut Manfred Ridel, Cohen, dan Arato serta M. Dawam Rahardjo, wacana
masyarakat madani sudah ada pada masa Aristoteles.
Pada masa
Aristoteles (384-522 SM) masyarakat madani dipahami sebagai sistem
kenegaraan yang disebut koinonia pilitik, yakni sebuah komunitas politik tempat
masyarakat dapat terlibat langsung dalam percaturan ekonomi-politik dan
pengambilan keputusan. Sebuah sistem negara yang digunakan menggambarkan
masyarakat politis dan etis, dimana warganya berkedudukan sama di hadapan
hukum. Hukum sendiri di anggap etos, yaitu seperangkat nilai yang disepakati
tidak hanya berkaitan dengan prosedur politik tetapi juga sebagai substansi
dasar kebijakan dari berbagai bentuk interaksi di antara warga negara.
Marcus tullius Cicero (106-43
SM) juga mengikuti konsepsi tentang masyarakat madani yang di kemukakan oleh
Aristoteles dengan istilah societies civilies, yaitu sebuah kelompok yang
mendominasi kelompok lain. Cirero lebih menekankan pada konsep Negara
kota. Untuk menggambarkan kerajaan, kota, dan korperasi lainnya.
Thomas Hobes (1588-1679 M) dan
Jhon Locke (1632-1704) mengembangkan konsep masyarakat madani yang menitik
beratkan pada sistem kenegaraan ini. Menurut Hobes, masyarakat madani harus
memiliki kekuasaan mutlak, agar mampu mengontrol dan mengawasi sepenuhnya
pola-pola perilaku politik setiap warga negara. Sementara menurut Jhon Locke,
kehadiran masyarakat madani untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap
warga negara. Konsekuensinya adalah msyarakat madani tidak boleh absolute dan
harus membatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan
memberikan secara adil dan proposional.
Adam Ferguson tahun 1767 wacana
masyarakat madani di kembangkan dengan mengambil konteks sosio-kultural (sosial
dan budaya masyarakat) dan politik Skotlandia. Freguson menekankan masyarakat
madani pada sebuah visi etis dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan konsep ini,
Ferguson bertujuan agar publik memiliki semangat untuk menghalangi munculnya
despotisme, karena dalam masyarakat madani itulah solidaritas social muncul dan
di iringi oleh sentiment moral dan sikap saling menyayangi serta saling
mempercayai antar warganegara secara ilmiah.
Thomas Paine (1792) memiliki
wacana yang berbeda dengan sebelumnya. Ia menggunakan istilah masyarakat madani
sebagai sekelompok masyarakat yang memilik diametral dengan negara, bahkan di
anggapnya sebagai anti tesis dari negara. Masyarakat madani menurut Paine
adalah ruang dimana warga negara dapat mengembangkan kepribadian dan memberi
peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan. Oleh
karenanya, maka masyrakat madani harus lebih kuat dan mampu mengontrol Negara
demi kebutuhannya.
G. W. F Hegel (1770-1831 M),
Karl Mark 1818-1883) dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). wacana masyarakat
madani yang dikembangkan oleh ketiga tokoh ini menekankan pada masyarakat
madani sebagai elemen ideologi kelas dominan. Pemahaman ini merupakan
reaksi dari pemahaman Paine (masyarakat madani adalah bagian terpisah dari
negara) menurut Hegel masyarakat madani merupakan bagian yang merubah dari
negara. Hegel mengatakan bahwa struktur sosial terbagi atas 3 wujud, yaitu
keluarga, masyarakat madani, dan negara. Keluarga adalah ruang sosialisasi
pribadi sebagai anggota masyarakat yang bercirikan keharmonisan.
Masyarakat madani siasat
politik berbagai kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan ekonomi.
Sedangkan negara adalah perwakilan ide universal yang bertugas melindungi
kepentingan politik warganya dan berhak penuh untuk intervensi terhadap masyarakat
madani. Selain itu masyarakat madani pada kenyataannya tidak mampu mengatasi
kelemahannya sendiri serta tidak mampu mempertahankan keberadaannya bila tanpa
keteraturan politik dan ketertundukan pada institusi yang lebih tinggi, yaitu
negara. Oleh karena itu, negara dan masyarakat madani sesuatu yang saling
memperkuat satu sama lain.
Sedangkan Karl Marx memahami
masyarakat madani sebagai masyarakat borjuis dalam konteks hubungan produksi
kapitalis, keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari
penindasan. Karenanya, masyarakat madani harus dilenyapkan untuk mewujudkan
masyarakat tanpa kelas. Bila Marx menempatkan masyarakat madani pada basis
matrial, maka Gramsci meletakannya pada superstruktur, berdampingan dengan
negara yang ia sebut sebagai political society. Masyarakat madani merupakan
tempat perebutan posisi kekuasaan di luar kekuatan negara. Di dalamnya aparat
kekuasaan mengembangkan kekuasaan untuk kesepakatan dalam masyarakat. Para
cendikiawan yang merupakan aktor utama, dengan demikian ada sifat kemandirian
dan politis, sekalipun instansi terakhir ia juga amat dipengaruhi oleh basis
material ( Ekonomi).
Alexis de’Tocqueville
(1805-1859 M) mengembangkan masyarakat madani dengan berdasarkan pengalaman
demokrasi Amerika, mengembangkan sebagai wujud penyeimbang kekuatan negara.
Dengan terwujudnya pluralitas, kekuatan politik, kemandirian dan kapasitas
politik di dalam masyarakat madani, warga negara mampu mengimbangi dan
mengontrol masyarakat madani.
Dari berbagai model
pengembangan masyarakat madani model Gamsci dan Tocqueville-lah yang menjadi
inspirasi gerakan prodemokrasi di Eropa Timur dan Tengah pada akhir darsawarsa
80-an. Gagasan tentang masyarakat madani kemudian menjadi semacam landasan
ideologis untuk membebaskan diri dari cengkraman negara yang secara sistematis
melemahkan daya kreasi dan kemandirian masyarakat.
Konsepsi ini di tambahkan oleh
opini Hannah Arrendt dan Juergen Habermas yang menekankan pada ruang publik
yang bebas (the free public sphere). Karena adanya ruang publik yang bebas
ini individu (warga negara) dapat dan berhak melakukan kegiatan secara merdeka
dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan
penerbitan yang berkenaan dengan kepentingan umum.
2.3. Karakteristik Masyarakat Madani
- Demokratisasi, yaitu proses dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya. Demokrasi merupakan prasyarat yang banyak dikemukakan oleh para pakar. Dan demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak bagi penegakan masyarakat madani. Penekanan demokratis disini dapat mencakup bentuk aspek kehidupan, seperti social, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya.
- Toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain. Toleransi memungkinkan adanya kesadaran untuk menghargai serta menghormati pendapat yang dikemukakan oleh kelompok lainnya yang berbeda. Azyumardi juga menyebutkan bahwa masyarakat madani bukan hanya sekedar gerakan-gerakan pro demokrasi. Masyarakat ini mengacu juga pada yang berkualitas dan civility, civilitas yakni kesediaan induvidu – individu untuk menerima pandangan – pandangan politik dan sikap social yang berbeda – beda.
- Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus. Menurut Nurcholis Madjid, konsep ini merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani. Menurutnya pluralism yaitu pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan – ikatan keadaban(genuine engagement ofdiversities within the bonds of civility). Bahkan juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan (check and balance).
- Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya. Keadilan dimaksud untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proposional terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalm memperoleh kebijakan – kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa (pemerintah).
- Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa atau pihak lain.
- Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.
- Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan.
- Sebagai advokasi bagi masyarakt yang teraniaya dan tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan.
- Menjadi kelompok kepentingan atau kelompok penekan.
- Pilar Penegak Masyarakat Madani
Yang dimaksud dengan pilar penegak masyarakat
madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari social
control yang berfungsi mengkritisikebijakan-kebijakan penguasa yang
diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
Dalam penegakan masyarakat madani, pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat
mutlak bagi terwujudnya kekuatan masyarakat madani. Pilar-pilar tersebut antara
lain adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum, Perguruan
Tinggi dan Partai politik.
2.4. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Mewujudkan masyarakat madani
merupakan cita-cita yang amat mulia untuk dipraktekkan dalam kehidupan
masyarakat. Model masyarakat madani pernah dicontohkan pada masa Rasullullah SAW di Madinah. Pada masa itu kota Madinah
dipimpin oleh Rosullullah SAW setelah terjadi perjanjian yang disebut Piagam
Madinah. Piagam Madinah adalah kesepakatan antara Rosullullah SAW dan umat
muslim lainnya beserta penduduk Yahudi. Di dalam perjanjian tersebut berisi
untuk setiap masyarakat untuk saling tolong-menolong dan menciptakan kedamaian
dalam kehidupan social, menjadikan Al-Quran sebagai landasan konstitusi,
mengangkat Rosullullah menjadi peminpin, dan juga dalam piagam tersebut
memberikan kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah dengan kepercayaan
mereka masing-masing. Dalam kepemimpinan Rosullullah SAW, masyarakat madinah
yang sebelumnya sering terjadi konflik berubah menjadi masyarakat yang damai
dan saling tolong-menolong satu sama lain.
Umat Islam di Indonesia
merupakan komponen mayoritas bangsa Indonesia. Sebagai komponen terbesar
penyusun bangsa ini, umat Islam dituntut untuk berpartisipasi secara aktif
dalam kehidupan bernegara ini.Umat islam di Indonesia yang sebagai mayoritas
bertanggung jawab atau berperan sangat besar dalam mewujudkan masyarakat
madani. Di negeri ini akan tergantung oleh bagaimana cara umat Islam dalam
menjalani kehidupannya. Maka dari itu umat islam memiliki tiga peran yang nyata
yaitu ;
- Sebagai Warga Negara
sebagai
warga Negara hendaknya umat Islam memenuhi kewajibannya sesuai pada
peraturan-peraturan nagara yang telah dibuat.
- Sebagai Pengembang Kehidupan
Bangsa
Dalam hal
ini,umat Islam diharapkan dapat menawarkan dirinya sebagai sumber pengembangan
dalam segala aspek kehidupan seperti, ekonomi, sosial, pendidikan, politik dan
budaya.Dalam melaksanakan perannya, segala tindakan harus didasari pada
nilai-nilai yang Islami.
- Sebagai Penata Kehidupan
Bangsa dan Negara
Dalam
konteks masyarakat Indonesia yang majemuk karena Negara ini memiliki berbagai
macam ras, suku, agama, etnik dan lain-lain. Maka umat Islah harus bener-benar
pandai menerapkan gagasan islami yang ke-Indonesia-an. Hal ini karena untuk
terciptannya kedamaian dan ketentraman, seperti yang diajarkan oleh Rasullullah
SAW bahwa umat muslim adalah umat yang penuh kasih sayang, keadilan, dan kearifan yang sesuai dengan
perintah Allah SWT. Dasar-dasar inilah yang dijadikan oleh umat Islam dalam
kehidupan bermasyarakat. Jika setiap orang memiliki rasa toleransi dan
menghormati, maka kehidupan masyarakat madani akan tercapai.
Dalam melakukan perannya
hendaknya umat Islam didasari pada pengetahuan dan wawasan yang meliputi:
- Wawasan Keislaman
- Wawasan atau pemahaan secara utuh tentang ajaran-ajaran Islam
- Wawasan Kebangsaan
- Merupakan peningkatan rasa nasionalisme.
- Wawasan Kecendikian
- Peningkatan dalam kualitas kecendikian.
- Wawasasan Kepemimpinan
Meliputi usaha dalam peningkatan dan pengembangan
jati diri dan kepemimpinan umat serta wawasan kesejahteraan guna meningkatkan
kegiatan ekonomi kerakyatan.
Banyak yang sudah
dilakukan umat Islam dalam menunjukan perannya dalam membangun masyarakat
madani. Tapi akhir-akhir ini pandangan Islam buruk karena banyak umat Islam di
Indonesia yang bersikap dan bertindak tanpa wawasan keislaman yang benar.
Mereka bertindak atas nama umat Islam, oleh karena ini yang memperburuk
pandangan masyarakan tentang Islam.
2.5. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat
2.5.1 Definisi Ekonomi Islam
Sementara
ahli memberi definisi Ekonomi Islam adalah merupakan madzhab ekonomi Islam,
yang terjelma di dalamnya bagaimana cara Islam mengatur kehidupan perekonomian,
dengan apa yang dimiliki dan ditujukan oleh madzhab ini tentang ketelitian cara
berfikir yang terdiri dari nilai-nilai moral Islam dan nilai-nilai ilmu
ekonomi, atau nilai-nilai sejarah yang ada hubungannya dengan masalah-masalah
siasat perekonomian maupun yang ada hubungannya dengan uraian sejarah masyarakat
manusia.
Sebagian
lagi lainnya berpendapat bahwa ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar
umum ekonomi yang kita simpulkan dari Al-Quran dan As-Sunnah, dan merupakan
bangunan perekonomian yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut
sesuai dengan tiap lingkungan dan masa.
Sementara
lainnya mendefinisikan sebagai ilmu yang mengarahkan kegiatan ekonomi dan
mengaturnya, sesuai dengan dasar-dasar dan siasat ekonomi Islam. Ekonomi Islam
terdiri dari dua bagian: salah satu diantaranya tetap, sedang yang lain dapat
berubah-ubah. Yang pertama adalah yang diistilahkan dengan “sekumpulan
dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Quran dan As-Sunnah”, yang
ada hubungannya dengan urusan-urusan ekonomi. Yang kedua “bangunan perekonomian
yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap
lingkungan dan masa”
2.5.2 Tujuan Ekonomi Islam
Adapun
tujuan Ekonomi Islam berpedoman pada: Segala aturan yang diturunkan Allah swt
dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan,
keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada
seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu
manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang
fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran
hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh
umat manusia, yaitu:
- Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
- Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
- Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa masalah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
- keselamatan keyakinan agama ( al din)
- kesalamatan jiwa (al nafs)
- keselamatan akal (al aql)
- keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
- keselamatan harta benda (al mal)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi dapat ditarik kesimpulan
bahwa masyarakat madani adalah masyarakat berbudaya dan al-madaniyyah (tamaddun)
yang maju, modern, berakhlak dan memiliki peradaban, semestinya melaksanakan
nilai-nilai agama (etika reliji) atau bagi kita mengamalkan ajaran Islam
(syarak) dengan benar. Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar
terciptanya kesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat
membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat
menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini.
Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita.
Ada dua masyarakat madani
dalam sejarah islam yang terdokumentasi sebagai
masyarakat madani, yaitu:
1) Masyarakat Saba’, yaitu
masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
2) Masyarakat Madinah
setelah terjadi traktat
wacana masyarakat madani
merupakan konsep yang bersumber dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat
Eropa Barat yang mengalami perubahan pola kehidupan Feodal menuju kehidupan
masyarakat industri kapitalis. Perkembangan wacana masyarakat madani dapat
diurutkan dari Cirero sampai pada Antonio Gramsci dan de’Tocquiville. Bahkan
menurut Manfred Ridel, Cohen, dan Arato serta M. Dawam Rahardjo, wacana
masyarakat madani sudah ada pada masa Aristoteles.
Dilihat
dari gagasan diatas berarti masyarakat madani mempunyai karakteristik,yaitu :ruang
publik yang bebas, Demokratisasi, Toleransi, Pluralisme, Keadilan
sosial, Partisipasi sosial, Supremetasi hukum, Sebagai
pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan, Sebagai
advokasi bagi masyarakat yang teraniaya dan tidak berdaya membela hak-hak dan
kepentingan, Menjadi kelompok
kepentingan atau kelompok penekan, dan Pilar Penegak
Masyarakat Madani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar